Eva Pu – The Epochtimes
Dewan Perwakilan AS pada 15 Oktober dengan suara bulat menyatakan, dukungan untuk gerakan pro-demokrasi yang sedang berlangsung di Hong Kong terhadap pengaruh Komunis Tiongkok. Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi mengatakan, jika Amerika tidak berbicara untuk hak asasi manusia di Tiongkok karena kepentingan komersial, maka orang amerika kehilangan semua otoritas moral untuk berbicara tentang hak asasi manusia di mana pun di seluruh dunia.
DPR Amerika Serikat menerbitkan dua undang-undang: Pertama, Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong, yang akan mengharuskan administrasi Amerika Serikat untuk meninjau setiap tahun apakah harus mempertahankan hak perdagangan Hong Kong.
Undang-Undang kedua adalah Undang-Undang Protes Hong Kong yang akan melarang ekspor peralatan pengendalian massa ke Hong Kong. Yang mana, polisi telah dituduh menggunakan kekuatan berlebihan untuk memadamkan aksi demonstran.
DPR AS juga menggolkan resolusi yang mengecam gangguan di Hong Kong dari pemerintahan Komunis Tiongkok. Undang-Undang tersebut harus disahkan di Senat dan ditandatangani oleh presiden sebelum menjadi undang-undang.
Selama lebih dari empat bulan, Hong Kong telah diguncang aksi protes skala besar. Aksi sebagian besar digelar dengan damai dalam menentang RUU ekstradisi yang sekarang sudah ditarik. Jika diterapkan, memungkinkan warga Hong Kong dipindahkan ke daratan untuk diadili di bawah pengadilan yang dikendalikan oleh Komunis Tiongkok. Akan tetapi, tuntutan massa berkembang menjadi seruan yang lebih luas untuk demokrasi dan hak pilih universal.
Ketua DPR Amerika Serikat itu, menyerukan kepada dua kubu partai anggota parlemen untuk bersatu dalam mendukung perjuangan warga Hongkong, untuk melawan pengaruh rezim Komunis Tiongkok yang semakin luas.
Nancy Pelosi mengatakan, Beijing mengira mereka dapat memerintah karena uang. Ia kemudian bertanya, Apa untungnya bagi seseorang jika dia mendapatkan seluruh dunia dan menderita kehilangan jiwanya? Dia menambahkan: “parlemen AS tidak ingin kehilangan jiwa negaranya hanya untuk kepentingan komersial semata.”
Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong
Senator Amerika Serikat, Brad Sherman mengatakan, Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong akan “mencerminkan apa yang terjadi di lapangan hari ini.” Undang-Undang tersebut menunjukkan bahwa Beijing tidak dapat merusak kebebasan Hong Kong, sementara mengharapkan Amerika untuk tetap memberikan pengaturan perdagangan preferensial.
Sejak Hong Kong kembali ke pemerintahan Tiongkok pada tahun 1997 silam, Amerika Serikat telah memperlakukan Hong Kong sebagai entitas yang terpisah dengan daratan di berbagai bidang seperti perdagangan dan investasi.
Undang-undang akan mewajibkan Menteri Luar Negeri AS untuk mensertifikasi setiap tahun, jika Hong Kong “cukup otonom” untuk membenarkan perlakuan khusus tersebut. Undang-Undang juga berisi ketentuan yang akan memaksa pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap pejabat Tiongkok dan Hong Kong. Mereka-mereka adalah yang bertanggung jawab atas ekstradisi setiap individu di Hong Kong ke daratan Tiongkok, serta mereka yang bertanggung jawab atas “penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, atau pengakuan secara paksa” di daratan.
Senator AS Chris Smith yang mensponsori undang-undang tersebut, mengatakan, Undang-Undang itu sebagai “cetak biru untuk tindakan yang berarti.” Smith dalam cuitannya mengatakan, Hong Kong pantas lebih baik daripada kebrutalan dialami banyak orang atas pelanggaran sistematis hak asasi manusia yang diakui secara universal. Ia mengatakan, Amerika Serikat perlu “memastikan kebijakannya dimutakhirkan sehingga dapat menyamai tantangan hubungan pada hari ini.”