Saat Kegiatan Diplomatik Xi Jinping Menjadi Pakan Propaganda Internal

oleh Zhong Yuan

Pada 27 November 2020, media pemerintah Tiongkok, Xinhua, menerbitkan sebuah majalah khusus dengan artikel berjudul, “Nyalakan Nada Kuat untuk Era Membangun Sebuah Komunitas dengan Masa Depan Bersama bagi Umat Manusia.” Itu adalah ringkasan pidato pemimpin Xi Jinping berbahasa Mandarin yang terkenal selama konferensi virtual tahun ini, seperti SCO (Shanghai Cooperation Organization), BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan), APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), dan KTT G-20.

Dalam menghadapi isolasi internasional, aktivitas-aktivitas diplomatik virtual ini telah menjadi tahapan diplomatik yang baik untuk Xi Jinping. Meskipun aktivitas-aktivitas diplomatik virtual ini tidak akan memudahkan sanksi internasional yang dihadapi Beijing, aktivitas-aktivitas diplomatik virtual ini menjadi sebuah platform untuk propaganda internal Xi Jinping di tengah krisis kekuasaannya di dalam Partai Komunis Tiongkok. Namun, upaya-upaya media pemerintah memberi tanda bahwa krisis kekuasaan Xi Jinping semakin meningkat.

Dilema Xi Jinping

Artikel utama Xinhua dimulai dengan menyatakan bahwa tahun ini adalah “tahun istimewa,” bahwa “pandemi abad ini jalin-menjalin dengan perubahan sekali dalam satu abad, ekonomi global jatuh ke dalam resesi yang parah, dan dunia  memasuki periode yang bergejolak.” Artikel utama Xinhua tersebut juga menyalahkan komunitas internasional karena “mengabaikan tanggung jawab.”

Tahun 2020 telah menjadi “tahun istimewa” bagi Partai Komunis Tiongkok. Ini sepenuhnya disebabkan oleh pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok berupaya menggunakan epidemi untuk mencari hegemoni. Pertama, Partai Komunis Tiongkok dengan sengaja merahasiakan wabah awal. Kemudian, Partai Komunis Tiongkok meluncurkan “diplomasi masker” dan menuntut ucapan terima kasih dari negara lain, diikuti dengan menyangkal keadaan untuk dipertanggungjawabkan. Itu adalah serangkaian perilaku berbahaya Partai Komunis Tiongkok yang memicu kemarahan dari pemerintah seluruh dunia. Setelah hubungan Amerika Serikat-Tiongkok memburuk dengan tajam, Beijing terus memperketat cengkeramannya atas Hong Kong. Beijing  menarik teguran Amerika Serikat.

Serangkaian kesalahan penilaian dan kesalahan langkah semuanya disebabkan oleh kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok. Xi Jinping tiba-tiba menjadi sasaran kritik publik, terutama di dalam Partai Komunis Tiongkok.

Laporan Xinhua tersebut berusaha mengalihkan fokus dari epidemi Tiongkok ke situasi pandemi global.

Laporan Xinhua tersebut juga menyoroti resesi ekonomi global, tetapi sebenarnya, pergeseran berskala besar dalam rantai pasokan global dan sanksi Amerika Serikat telah mempersulit perekonomian Tiongkok untuk pulih, menyebabkan pengangguran yang meluas; gagal bayar pinjaman dan kebangkrutan mulai mencapai puncaknya; rezim Komunis Tiongkok memotong biaya-biaya sambil menguras uang dari perusahaan swasta.

Ekonomi Tiongkok dikembangkan melalui pengaruh globalisasi — bukan karena upaya rezim Komunis Tiongkok. Fakta ini diketahui oleh semua orang dan Xi Jinping secara jelas merasa bahwa kekuatannya sedang ditantang. Sebelum dan setelah pertemuan politik utama Partai Komunis Tiongkok tahun ini, Sesi Pleno Kelima, Xi Jinping melihat bahwa para pejabat sudah tidak memihak. Melihat cepatnya kehilangan otoritas, Xi Jinping hanya dapat menampilkan apa yang disebut “pencapaian diplomatik.” Pengemasan yang sangat indah yang dilakukan oleh media Partai Komunis Tiongkok menunjukkan bahwa Xi Jinping masih berkuasa.

Artikel Xinhua memuji Xi Jinping untuk “mengirimkan suara yang kuat untuk era pembangunan sebuah komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia.”

Pujian profil tinggi semacam itu dari Xinhua sebenarnya mencerminkan kelemahan batin kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok, dan juga mencerminkan bahwa rezim Partai Komunis Tiongkok sedang menuju keruntuhan yang tidak terhindarkan.

Xi Jinping Salah Menilai Hasil Pemilu Amerika Serikat

 Partai Komunis Tiongkok secara terbuka mengisyaratkan bahwa Partai Komunis Tiongkok berharap Joe Biden memenangkan pemilihan presiden. Keterlambatan sertifikasi hasil pemilihan umum telah membuat Partai Komunis Tiongkok menjadi gelisah. Di saat banyak tuduhan kecurangan pemilihan umum telah diketahui umum, Xi Jinping tiba-tiba memberi selamat kepada Biden, menunjukkan bahwa pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok sedang putus asa dan harus membuat taruhan besar terakhir.

Untuk jangka waktu tertentu, media Partai Komunis Tiongkok  menghindar untuk membahas sumber virus dan masalah pertanggungjawaban Partai Komunis Tiongkok atas pandemi COVID-19. Namun, saat Xi Jinping berbicara mengenai epidemi, ia dengan berani menyerukan kepada orang-orang untuk “mengganti bias dengan alasan membasmi ‘virus politik'” dan sekali lagi mengklaim bahwa Tiongkok dapat membagikan “pengalaman dalam pengendalian COVID-19.”

Xinhua juga mengklaim bahwa rezim Tiongkok telah mengirim  ke lebih dari 30 negara, memberikan bantuan internasional sebesar usd 2 miliar dan bantuan tunai sebesar 50 juta  untuk Organisasi Kesehatan Dunia.

Faktanya, setelah pidato virtual Xi Jinping, media Partai Komunis Tiongkok sekali lagi memainkan peran “penyelamat.”

Hal tersebut bukanlah kebetulan. Baru-baru ini, media Partai Komunis Tiongkok sekali lagi menyalahkan wabah setempat di Tiongkok Daratan berasal dari produk beku impor, walaupun para ahli mengatakan virus tersebut tidak diketahui menyebar melalui produk makanan yang terkontaminasi.

Pada jumpa pers pada tanggal 27 November, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian, yang pernah secara terbuka menyalahkan militer Amerika Serikat atas wabah tersebut, sekali lagi mengatakan, “meskipun Tiongkok adalah yang pertama melaporkan kasus-kasus, belum tentu berarti bahwa virus tersebut berasal dari Tiongkok.”

Zhao Lijian mengalihkan kesalahan setelah Xi Jinping menyampaikan pidatonya dan Xinhua memuji pidato Xi Jinping. Tindakan bersama ini menunjukkan rezim komunis Tiongkok kembali ke taktik serangan.

Dua bulan lalu, saat Xi Jinping berpidato video di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, ia rendah hati: “tidak terserah siapa pun yang memiliki kepalan besar.” Dua bulan kemudian, Xi Jinping melanjutkan sikapnya dalam “membimbing” dunia. Ini berhubungan langsung dengan kesalahan penilaian bahwa Biden “terpilih.” Partai Komunis Tiongkok secara jelas takut pada pemerintahan Donald Trump.

Aliansi Anti-Amerika 

Xinhua mengutip perkataan Xi Jinping, “Kami tidak akan berbalik arah atau melawan tren sejarah dengan ‘memisahkan’ atau membentuk sebuah kelompok kecil untuk mempertahankan orang lain di luar.”

Paruh kedua kalimat ini tentu saja menyerang Amerika Serikat. “Tidak berbalik arah atau melawan tren historis” berarti Partai Komunis Tiongkok tidak akan menyerah perjuangannya melawan Amerika Serikat untuk mencapai hegemoni. Dan tentu saja, Partai Komunis Tiongkok menantang “kelompok kecil” dengan merencanakan aliansi anti-Amerika di Asia-Pasifik, Eropa, dan negara-negara berkembang.

Xinhua secara khusus menyebutkan Kesepakatan Perdagangan Bebas RCEP Asia-Pasifik baru-baru ini, mengatakan bahwa Beijing “akan secara aktif mempertimbangkan untuk bergabung

Kesepakatan Kemitraan Trans-Pasifik yang Komprehensif dan Progresif,” dan mengklaim bahwa Xi Jinping telah menyatakan “sikap yang jelas untuk mendukung sistem perdagangan bebas.”

Klaim ini ditolak pada hari yang sama. Pada tanggal 27 November, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok  Zhao bersikeras bahwa tarif “anti-dumping” Tiongkok terhadap anggur Australia adalah “sejalan dengan praktik-praktik hukum dan peraturan Tiongkok dan internasional yang lazim” dan bahwa “mereka bertanggung jawab atas konsumen dan industri domestik Tiongkok.”

Zhao secara terang-terangan menggunakan taktik perdagangan untuk mengintimidasi Australia, yang menandatangani sebuah perjanjian perdagangan bebas bilateral dengan Partai Komunis Tiongkok dan juga merupakan salah satu penandatangan dari perjanjian RCEP. “Perdagangan bebas” Partai Komunis Tiongkok sama sekali bukanlah “praktik kebiasaan internasional,” tetapi membentuk aturannya sendiri.

Zhao juga menyatakan bahwa “Tiongkok selalu menganggap ASEAN sebagai prioritas diplomasi lingkungan.” Pada akhir bulan November, Xi Jinping juga berbicara dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan mengirim Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi untuk mengunjungi Jepang dan Korea Selatan. Partai Komunis Tiongkok meluncurkan sebuah upaya babak baru untuk membentuk anti-Amerika Serikat, yang mengupayakan peralihan dengan terobosan diplomatik untuk hegemoninya.

Xinhua mengutip pernyataan Xi Jinping yang mengatakan bahwa Tiongkok “secara aktif terlibat dalam reformasi sistem pemerintahan ekonomi global,” dan mengklaim bahwa Partai Komunis Tiongkok “akan  memainkan peran penting dalam kepemimpinan tersebut.”

Xinhua telah sepenuhnya mengabaikan realitas diplomatik yang dihadapi rezim Tiongkok, untuk melukiskan gambaran yang indah bagi kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok.

Menurut Xinhua, Xi Jinping juga berkata, “kami semua memang penumpang di perahu yang sama.”

Di seluruh dunia, negara mana yang mengira negaranya berada di perahu yang sama dengan rezim komunis Tiongkok? Ilusi para pemimpin Partai Komunis Tiongkok adalah tidak diragukan lagi mengarah pada pemisahan Amerika Serikat-Tiongkok yang dipercepat dan selanjutnya terjadi isolasi internasional, dan cengkeraman Xi Jinping pada otoritas akan semakin genting.

Tentu saja, pimpinan Partai Komunis Tiongkok berharap pejabat di semua tingkatan dapat tetap berada di perahu itu, tetapi tenggelamnya perahu Partai Komunis Tiongkok dipercepat. Berapa banyak orang yang masih mau tinggal di kapal yang akan terbalik ini?

Zhong Yuan adalah peneliti yang berfokus pada sistem politik Tiongkok, proses demokratisasi negara, situasi hak asasi manusia, dan mata pencaharian warga Tiongkok. Dia mulai menulis komentar untuk The Epoch Times edisi bahasa Mandarin pada tahun 2020

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=SL65l4CYSCo

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular