
CHEN JING
Seruan Presiden Trump pada Februari 2020 masih terngiang di telinga penulis: “Tolong, dapatkah kita membuat kembali karya klasik seperti Gone with the Wind?” Namun pada 10 Juni 2020, film yang telah memenangkan delapan Oscar pada 80 tahun yang lalu itu ternyata telah dihapus dari HBO Max (Warner Media), hal ini menimbulkan kontroversi luas dan reaksi yang cukup keras, pembatasan oleh zaman memang sulit dihindari, namun apakah sedikit cacat pada karya seni cemerlang tu sudah membuatnya tidak lagi berharga?!
DVD Film dan novel aslinya dengan segera menduduki puncak tangga penjualan di Amazon. Virus PKT (Covid 19) telah merebak secara global, lelucon revolusi kebudayaan dengan “merusak patung dan membakar gereja” dipentaskan ulang di AS. “Kebenaran Politik (political correctness)” dengan satu ukuran untuk segalanya, bukan saja merusak warisan kebudayaan dan kebebasan berkreasi, melainkan juga membahayakan fondasi berdirinya AS sebagai negara.
Pada 25 Juni, Gone with the Wind akhirnya dinaikkan kembali dengan video penjelasan “Diprotes karena memperindah perbudakan”. Dibandingkan dengan “Uncle Tom’s Cabin”dan cerita pendek Faulkner yang mengungkap kejahatan perbudakan dan merefleksikan isu rasial, Margaret Mitchill menceritakan masa sebelum dan sesudah perang saudara (1861-1865) dari perspektif unik putri seorang petani di daerah Selatan, tahun-tahun masa muda dan konflik emosional di dalam kemewahan dan kecantikan tidak mengurangi kehangatan bernostalgia. Interpretasi brilian para pemain membuat para tokoh dalam cerita menjadi hidup, Heidi yang berperan sebagai pengasuh, adalah seorang aktris pendukung berkulit hitam pertama yang memenangkan Oscar.
Sudah lebih dari 20 tahun, saya masih ingat adegan yang menarik dan kocak dalam film dimana ibu si inang pengasuh membantu sang putri sulung mengenakan korset super ketat. Dia bertanggung jawab atas Scarlett yang akan muncul dan berusaha menjadi perhatian publik dalam perjamuan, menarik naik gaun hijaunya yang bertelanjang pundak.

Ashley pulang dari medan perang, Melanie berlari dengan gembira menuju suaminya seperti seekor burung lincah, Scarlett juga tergerak hendak berlari menyambut, ibu berkulit hitam itu bergegas memeluknya dan berkata dengan mimik serius: ”Itu adalah suaminya!” Secara langsung menghardik sang pemimpi, membuat para penonton teater tertawa terbahak-bahak.
Ketika Scarlett (demi pajak) memikat pacar adik perempuannya, ibu berkulit hitam yang duduk di belakang kereta kuda itu tercengang dan kemudian memonyongkan bibirnya dengan jijik. Hati nurani merupakan sebuah alat penimbang, ibu berkulit hitam yang sederhana dan setia itu dalam film telah memainkan peran seperti itu.
Pada 26 Juli lalu, Olivia de Havilland yang berusia 104 tahun telah berpulang, citra layar perak yang paling populer dalam karier aktingnya adalah sebagai Melanie dalam Gone with the Wind. Video tak terlupakan dari upacara penghargaan Oscar yang diiringi lagu soundtrack Gone with the Wind yang megah, Olivia yang malam itu mengenakan baju biru dan berambut putih berjalan mantap ke podium, para penonton berdiri untuk memberi penghormatan kepada ratu zaman keemasan Hollywood dengan tepuk tangan meriah bagaikan badai yang berkepanjangan.
Menatap nenek tua yang mulia dan baik hati ini, hati mereka menggelora, “Ashley” (Lesley Howard), Brad (Clark Gable), Scarlett (Vivien Leigh) sudah sejak setengah abad lalu telah “menghilang (meninggal) bersama hembusan angin”, sedangkan Melanie simbol “moral dan spiritual abadi” tetap menenangkan hati manusia bagaikan purnama di tengah langit biru samudra…… Pada 2017 Ratu Inggris menganugerahi “Melanie”, sang keindahan abadi ini gelar kebangsawanan wanita.
Lembut tenang dan liar suka memberontak
Novel Gone with the Wind menceritakan takdir dan kisah cinta berbagai tipe orang Amerika dari wilayah selatan pada masa sebelum dan sesudah perang saudara pada abad ke-19 tahun 60an, gaya epik yang megah adalah perasaan yang sangat kuat terhadap kampung halaman.
Mitchell menciptakan dua citra wanita yang sangat berbeda dan kontras, saat menulis Scarlett, ia memasukkan ciri-ciri keluarga dan pengalaman pribadi dengan banyak deskripsi psikologis, segar dan lengkap; sedangkan Melanie ditulis menggunakan perspektif pengamat dan pengevaluasi, anggun namun rendah hati dan mengesankan.

Dalam buku aslinya Melanie tidaklah secantik dalam film, pada perjamuan pertunangan di Twelve Oaks Manor, di dalam pandangan mata hijau Scarlet yang agak dipejamkan, Melanie yang berusia 17 tahun itu muncul bergandengan tangan dengan Ashley sepupunya, dia yang mungil lembut mengenakan gaun organdi berwarna abu-abu, dengan pita merah ceri pada topi dan pinggangnya, rambutnya tersisir sangat rapi, sikapnya sangat bermartabat dan senyum malu-malu dengan lemah lembut seorang gadis perawan.
Scarlett mendengar pembicaraan Melanie dan Ashley tentang penulis Inggris Dickens, diam-diam menertawakannya sebagai seorang kutu buku, sedikitpun tidak memiliki jurus-jurus untuk memikat seorang pria, sikapnya yang serius dan sopan bagaikan sedang berada di gereja.
Dia yang begitu glamor bagaimana mungkin akan dikalahkan oleh seorang gadis yang berpenampilan biasa-biasa saja? Pada lebih dari 160 tahun lalu di wilayah selatan Amerika yang kuno, pada masa yang lebih lama dari zaman menjunjung tinggi gentleman dan wanita anggun, Scarlett bak sekuntum bunga yang tidak lazim.
Sejak kecil dia seperti bocah lelaki yang suka memanjat pohon, menunggang kuda, melempar batu, bagaikan kuda liar yang sulit dijinakkan, tidak suka bersekolah, terhadap nasihat ibunda hanya berpura-pura menurut, namun memberontak dalam hatinya.
Pada usia jelita ke-28, dia sangat berkeinginan menjadi ratu pesta dansa dan mempesona para pemuda. Yang membuat para gadis terbakar rasa cemburu adalah dia selalu suka merebut cinta, dengan gayanya yang liar menawan, dia tidak terkalahkan, sedangkan Ashley hampir dapat dikata merupakan satu-satunya pemuda bertalenta yang tidak terpikat oleh ulahnya.

Scarlett mengambil kesempatan untuk menyatakan isi hatinya pada orang yang diam-diam dia cintai, namun tak dinyana telah ditolak secara halus. Dia yang marah karena malu telah menampar Ashley dan menjatuhkan vas bunga. Kemudian dia cepat-cepat menikahi Charlie sang kakanda Melanie dan dengan statusnya sebagai kerabat tidak hentinya mengganggu.