Trump Bilang Tidak Ada Lagi Makan Malam yang Bersahabat dengan Mark Zuckerberg Bila Ia Menjadi Presiden

Tom Ozimek

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kembali mengisyaratkan kemungkinan mencalonkan diri untuk menjadi presiden, saat menanggapi berita larangan dua tahun dari Facebook terhadapnya pada hari Jumat 4 Juni dengan mengatakan, ia tidak akan mengundang CEO Mark Zuckerberg untuk makan malam “lain kali saat saya berada di Gedung Putih.”

Setelah wakil presiden urusan global Facebook, Nick Clegg mengumumkan pada hari Jumat bahwa mantan Presiden Donald Trump akan diskors dari Facebook selama  dua tahun sejak  7 Januari, hari di mana Donald Trump awalnya terkena larangan tersebut, Donald Trump menanggapi dengan pernyataan yang mengatakan tidak akan ada makan malam yang lebih bersahabat dengan pimpinan Facebook.

“Lain kali saat saya berada di Gedung Putih, tidak akan ada makan malam lagi, atas permintaannya, dengan Mark Zuckerberg dan istrinya,Semuanya akan menjadi bisnis!” kata Donald Trump dalam pernyataan itu. 

Mantan Presiden Donald Trump menjamu Mark Zuckerberg di Gedung Putih dua kali pada tahun 2019.

Menyusul berita Facebook memperpanjang larangan tersebut, Donald Trump mengeluarkan sebuah pernyataan terpisah dengan kata-kata tajam, mengatakan larangan itu merupakan sebuah penghinaan terhadap puluhan  juta orang yang memilih dia dalam “pemilihan presiden yang curang,” menambahkan bahwa raksasa media sosial “tidak boleh dibiarkan begitu saja menyensor dan membungkam.”

“Pada akhirnya, kami akan menang. Negara kita tidak dapat menerima pelecehan ini lagi!” Donald Trump menambahkan.

Craig Parshall

Pengacara konstitusi Craig Parshall mengatakan kepada The Epoch Times, pada bulan Mei bahwa Bagian 230 dari Undang-Undang Kepatutan Komunikasi—yang melindungi media sosial dan perusahaan lain dari tuntutan hukum terkait konten—membantu segelintir perusahaan  Big Tech naik ke ketinggian yang kuat.

“Hadiah itu untuk mendorong persaingan. Apa yang dilakukan adalah menumbuhkan seri, segelintir raksasa—saya akan mengatakan itu adalah Facebook, Google, Twitter, Apple, dan Amazon—lima perusahaan yang pada dasarnya menguasai lanskap dalam hal  informasi digital, sudut pandang, dan opini, mulai dari politik, agama, hingga kebudayaan, seni, dan hiburan, Jadi, anda memiliki lima monopoli yang diciptakan sebagai sebuah hasil subsidi kongres di berupa kartu ‘keluar dari gugatan bebas,” kata Parshall di “Crossroads” program EpochTV.

Craig Parshall menyebut perusahaan-perusahaan ini, sebagai “monopoli atas aliran” informasi, yang penting untuk sebuah republik konstitusional,” dan menyebut  dominasi pasar mereka sebuah “masalah kritis.”

“Jika kami memiliki seribu Facebook, itu tidak akan menjadi masalah, Karena jika 10 dari mereka memutuskan  tidak akan membawa artikel New York Post selama pemilihan umum yang berimplikasi pada Joseph Biden karena Hunter Biden, putra Joseph Biden, tidak akan menjadi pembatasan aliran bebas dari keragaman pendapat,” kata Craig Parshall, merujuk pada penindasan media sosial terhadap  artikel-artikel yang melaporkan isi sebuah laptop yang konon milik Hunter Biden menjelang pemilihan presiden tahun 2020.

Craig Parshall juga mengatakan, Tetapi ketika anda memiliki lima perusahaan yang pada dasarnya menguasai sebagian besar lanskap digital pada semua masalah ini, maka anda memiliki sebuah masalah dominasi pasar, masalah antimonopoli, dan anda memiliki penindasan, sebagai Mahkamah Agung mengatakan, sama berbahayanya dengan jika pemerintah yang melakukannya. 

Pandangan bahwa raksasa-raksasa media sosial melawan kaum konservatif telah mendorong Partai Republik, untuk menyerukan undang-undang untuk menghentikan dominasi perusahaan-perusahaan Big Tech. (Vv)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular