The Epoch Times
Perdana Menteri Italia Mario Draghi mengatakan vaksin anti-COVID-19 buatan Tiongkok tidak sepenuhnya bekerja. Ia juga mempertanyakan apakah suntikan vaksin Sputnik Rusia akan berhasil mendapat persetujuan dari para regulator Eropa.
“Vaksin Tiongkok… telah terbukti tidak memadai. Anda dapat melihat itu dari pengalaman Chili dalam menangani epidemi,” kata Mario Draghi kepada para reporter di penghujung kegiatan KTT Uni Eropa seperti dikutip The Epochtimes pada 25 Juni.
Chili sangat bergantung pada suntikan COVID-19 yang dikembangkan oleh Sinovac Tiongkok, tetapi pihak-pihak berwenang kesehatan di negara Amerika Selatan itu mempertanyakan seefektif apa vaksin Sinovac Tiongkok melawan varian-varian virus yang lebih menular. Mereka juga mencari tahu berapa lama vaksin Sinovac Tiongkok itu tetap efektif setelah disuntikkan.
Sebuah penelitian baru-baru ini oleh Universitas Chili menemukan bahwa, sebuah dosis tunggal vaksin Sinovac Tiongkok hanya 3 persen efektif dalam 28 hari antara hari pertama disuntikkan hingga dosis kedua vaksin disuntikkan, itu berarti dosis pertama vaksin hampir tidak berpengaruh. Sedangkan orang-orang yang menerima dosis pertama vaksin adalah sama rentannya terhadap infeksi seperti orang-orang yang tidak menerima vaksin apa pun.
Menurut penelitian tersebut, dalam dua minggu pertama mendapatkan suntikan dosis kedua vaksin Sinovac, kemanjuran vaksin hanyalah 27,7 persen. Dua minggu atau lebih setelah dosis kedua vaksin disuntikkan, angka kemanjuran naik menjadi 56,5 persen.
Di Brasil, Instituto Butantan menerbitkan sebuah hasil penelitian klinis fase 3 vaksin Sinovac pada 11 April, menunjukkan sebuah angka kemanjuran hanya 50,4 persen, yang mirip dengan penelitian Chili.
Mario Draghi juga mempertanyakan vaksin Sputnik Rusia.
Badan Obat Eropa diharapkan untuk menyelesaikan peninjauannya terhadap suntikan vaksin Sputnik Rusia, selanjutnya mengeluarkan sebuah keputusan pada bulan Mei atau Juni. Namun, persetujuan tertunda, karena para pembuatnya melewatkan tenggat waktu 10 Juni untuk mengirimkan data, demikian sumber-sumber itu mengatakan kepada Reuters awal bulan ini.
“Vaksin Sputnik V Rusia tidak pernah mampu mendapatkan persetujuan dari Badan Obat Eropa dan mungkin tidak akan pernah mendapatkan persetujuan dari Badan Obat Eropa,” kata Mario Draghi. (vv)
Reuters Berkontribusi dalam laporan ini