Qiao An/Eva Fu
Saat pemungutan suara Majelis Umum PBB, Kamis (14/10/2021), Amerika Serikat langsung memperoleh 168 suara mendukung tanpa ada yang menentang untuk diterima kembali bergabung dengan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Tiga tahun lalu, pemerintahan Trump memutuskan untuk mundur dari Dewan HAM PBB akibat lembaga tersebut gagal melindungi hak asasi manusia, dan tidak memiliki kemampuan untuk mereformasi diri, hanya memiliki reputasi palsu.
Pada Februari tahun ini, pemerintahan Biden mengumumkan keinginannya untuk kembali bergabung dengan Dewan Hak Asasi Manusia.
Dalam pemilihan anggota baru pada hari Kamis, terdapat 18 calon negara anggota, antara lain Argentina, India, Lithuania, Somalia, dan Kamerun, beberapa negara tersebut memiliki catatan HAM yang sangat kontroversial. Tapi semua diloloskan.
Menurut Louis Charbonneau, direktur PBB Divisi Human Rights Watch mengatakan : “Kurangnya persaingan dalam pemungutan suara Dewan Hak Asasi Manusia tahun ini adalah suatu ejekan dari istilah pemilihan”.
U.N. Watch, organisasi nirlaba yang terakreditasi oleh PBB, menganggap hanya lima dari 18 negara anggota baru yang layak untuk bergabung dengan dewan HAM PBB. Dengan hasil pemilihan, maka kaukus demokrasi menyusut menjadi hanya di bawah sepertiga dari total keanggotaan.
“AS berjanji untuk bekerja dalam mereformasi keanggotaan, metode, dan agenda dewan—ini akan menjadi tugas berat,” kata Hillel Neuer, direktur eksekutif kelompok itu dalam sebuah pernyataan menjelang pemilihan.
“Ketika badan hak asasi manusia tertinggi PBB menjadi kasus rubah yang menjaga kandang ayam, korban di dunia menderita,” tambahnya.
Senator Jim Risch (R-Idaho), Republikan di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, mengecam keputusan AS untuk bergabung kembali dengan dewan sebagai “aib.”
“Amerika Serikat seharusnya tidak memberikan legitimasinya kepada badan yang mencakup pelaku pelanggaran hak asasi manusia seperti Tiongkok, Venezuela, dan Kuba,” kata senator itu dalam sebuah pernyataan.
“Administrasi Biden akan menepuk punggungnya sendiri karena bergabung kembali dengan badan yang cacat ini. Namun, dilakukan tanpa mengamankan reformasi yang diperlukan, sementara gagal untuk mendukung hak asasi manusia di seluruh dunia,” ujarnya.
Ditanya tentang rencana reformasi Washington di Dewan HAM PBB, juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan Amerika Serikat akan tekankan melawan pemilihan negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang mengerikan.”
“Tentu saja, sangat tidak pantas bagi negara-negara seperti itu untuk diwakili di Dewan Hak Asasi Manusia,” katanya dalam konferensi pers tanpa menyebutkan nama spesifik. (sin)