Erabaru.net. Sebuah studi yang dilakukan oleh Klinik Cleveland, salah satu institusi medis terkemuka di dunia, menunjukkan bahwa ada golongan orang yang mungkin tidak akan mendapat faedah dari vaksinasi COVID-19.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cleveland Clinic Health System di Ohio, AS, menemukan bahwa orang yang pernah terinfeksi COVID-19 secara alami mungkin tidak akan mendapat faedah dari vaksinasi COVID-19.
Cleveland Clinic Health System melakukan kunjungan selama 5 bulan terhadap lebih dari 50.000 orang karyawan untuk mengetahui seberapa besarnya tingkat infeksi COVID-19 secara kumulatif. Dan menemukan :
1. Bagi orang yang belum pernah terinfeksi COVID-19 dan belum divaksin, angka kumulatif infeksi terus meningkat dari waktu ke waktu.
2. Bagi orang yang pernah terinfeksi COVID-19 secara alami, tetapi belum pernah divaksin, dan orang yang pernah divaksin tetapi terinfeksi, kemungkinan untuk terinfeksi kembali berada di tingkat rendah yang hampir nol persen.
3. Bagi orang yang belum terinfeksi tetapi sudah divaksin, kemungkinan untuk terinfeksi dalam 100 hari sejak divaksinasi hampir nol persen. Meskipun setelah itu kemungkinan untuk terinfeksi ada kenaikan sedikit.
Studi ini memberi kita informasi baru : Orang yang pernah terinfeksi COVID-19 secara alami, terlepas dari apakah yang bersangkutan sudah atau belum divaksinasi, kemungkinan untuk terinfeksi kembali menjadi rendah. Kekebalan tubuh yang diperoleh akibat terinfeksi sebelumnya cukup untuk secara efektif mencegah terinfeksi kembali.
Sistem kekebalan tubuh manusia kita adalah multi-faceted, seperti tentara solid. Jika orang dapat pulih dari gangguan yang disebabkan oleh virus COVID-19, itu merupakan ujian bagi seluruh sel-sel dalam tubuh orang tersebut.
Karena tubuh sedang menghadapi virus yang nyata, itu sama halnya dengan melalui sebuah pertempuran sungguhan. Setelah pertempuran itu, sel-sel tubuh akan menghasilkan ingatan.
Tetapi vaksin hanya bagian dari permukaan protein virus yang disimulasikan sebagai latihan bagi sel-sel.
Oleh karena itu, setelah infeksi alami, kekebalan alami yang dihasilkan adalah kekebalan yang komprehensif dan lebih bisa bertahan lama.
Tentu saja, kita tidak berharap untuk mendapatkan antibodi melalui infeksi alami, kita tidak bisa hanya fokus pada orang yang selamat dari infeksi, tetapi juga mereka yang telah meninggal dan sakit parah setelah infeksi. Oleh karena itu, yang terbaik adalah dapat langsung memblokir virus dengan mengandalkan kekebalan diri sendiri agar tidak terinfeksi.

Empat kesalahpahaman umum tentang vaksin
Dr. Anthony Fauci pernah menyampaikan sebuah kalimat yang sangat mengesankan, yaitu orang yang telah terinfeksi secara alami, jika mereka divaksin, maka antibodi dalam tubuh mereka akan ‘setinggi langit’. Namun, Patrick Whelan dari University of California, Los Angeles juga menyatakan dalam British Medical Journal bahwa, di sisi lain, antibodi ‘setinggi langit’ ini juga dapat menyebabkan efek samping sistemik.
Orang yang pernah terinfeksi secara alami dalam tubuhnya sudah ada antibodi, jika divaksin lagi, itu akan sama seperti berdiri di atas bahu raksasa. Jadi tidak berarti semakin banyak antibodi itu semakin baik bagi tubuh. Semua hal memiliki 2 sisi. Sampai di sini, mari kita rangkum kesalahpahaman tentang vaksin yang umum terjadi :
Pertama : Semakin banyak antibodi akan semakin baik
Sebuah penelitian besar di Inggris yang diterbitkan dalam majalah ‘The Lancet’ menunjukkan bahwa penelitian menemukan, efek samping lebih sering terjadi pada orang yang pernah terpapar COVID-19 kemudian menerima vaksin. Terlepas dari apakah itu efek samping sistemik atau lokal, dan efek samping meningkat baik setelah suntikan dosis pertama atau kedua.
Survei global lainnya menemukan bahwa efek samping dari vaksin yang dialami oleh orang yang pernah terinfeksi lebih tinggi dari efek samping orang yang belum pernah terinfeksi lalu menerima vaksin. Dan tingkat butuh perawatan rumah sakit bisa mencapai 56%. Kesulitan bernapas 100%, demam tinggi 124%, penyakit mirip flu 78% dan sebagainya.
Vaksin setelah infeksi dapat menyebabkan efek samping sistemik jika terlalu banyak antibodi yang diproduksi. Kompleks imun yang dibentuk oleh terlalu banyaknya antibodi dan antigen vaksin dapat menumpuk pada sendi, meningen, dan bahkan ginjal, menyebabkan gejala, ini yang mungkin merupakan mekanisme patogenesis.
Kedua: Tidak ingin antibodi menurun seiring berjalannya waktu
Metabolisme adalah hukum yang tidak berubah. Termasuk sel-sel tubuh manusia sendiri yang harus diganti secara teratur, misalnya sel-sel kulit akan memperbaharui diri sekali dalam 28 hari, sel-sel mukosa lambung akan memperbaharui diri sekali dalam 3 hari. Ketika zat menumpuk sampai batas tertentu, mereka harus dikeluarkan dari darah. Kalau hanya masuk tanpa keluar maka darah akan lengket seperti madu.
Seperti kata pepatah, yang lama tidak pergi maka yang baru tidak datang, ini adalah manifestasi dari fungsi tubuh memperbaiki diri. Orang yang sehat memiliki kemampuan pembaruan diri yang stabil dan kuat, dan tingkat kesehatannya akan tinggi. Ini juga salah satu misteri tubuh manusia.
Ketiga : Memiliki antibodi dapat secara efektif melindungi diri dari infeksi
Perlindungan yang diberikan antibodi hanyalah bagian dari kekebalan secara keseluruhan. Sistem kekebalan manusia juga mencakup penghalang fisik, penghalang epitel mukosa, dan penghalang sel kekebalan alami, yang semuanya berperan penting. Memiliki antibodi belum tentu menjamin kita tidak terinfeksi. Misalnya infeksi terobosan masih bisa terjadi setelah divaksin.
Keempat : Ada antibodi berarti sudah memiliki memori kekebalan
Bukannya setelah vaksin diberikan, ada antibodi berarti sudah ada memori, karena antibodi sendiri tidak memiliki memori. Memori kekebalan adalah kemampuan yang disimpan dalam seluruh sistem kekebalan tubuh, termasuk sel epitel, sel kekebalan alami, sel B, dan sel T.
Sekarang epidemi telah mencapai gelombang kelima, jumlah kematian di seluruh dunia tidak turun secara signifikan. Dalam keadaan ini, tidak peduli apakah kita sudah divaksin atau belum, kita harus melindungi diri dari kekebalan alami tubuh, termasuk tingkat fisik, nutrisi, kerja dan istirahat, untuk mengurangi kemungkinan tertular virus. Jika terinfeksi juga, kita masih mampu melindungi diri dari gangguan penyakit yang lebih parah.(sin/yn)
Sumber: Epochtimes