Protes Lockdown Ekstrem Berkepanjangan Akibat Aturan Pemerintah, Warga Ruili, Yunnan, Tiongkok : Kami Ingin Hidup

Penduduk Desa Tak Punya Tempat untuk Mengeluh

Dilaporkan bahwa penduduk Desa Tunhong menyusun “Laporan Peristiwa 2.11 Kelompok Penduduk Desa Tunhong” pada  2 November, tentang kegiatan perlindungan hak mereka. Warga melampirkan sebanyak 21 permohonan dan menyerahkannya kepada pejabat terkait.

Laporan tersebut mencantumkan masalah perjalanan penduduk desa, perawatan medis, pekerjaan, sekolah, diskriminasi terhadap penduduk desa.  Penduduk desa mengusulkan kepada pemerintah agar mereka  memberikan subsidi 2.000 yuan per orang per bulan, perpanjangan pinjaman bank, dan setengah dari biaya karantina ditanggung oleh pemerintah. Sementara itu, penduduk desa berkumpul di pintu masuk desa  dan menunggu tanggapan dari tuntutan mereka.

Karena lockdown dalam jangka panjang, penduduk desa tak memiliki lagi sumber pendapatan. Lebih parah lagi, tekanan biaya hipotek serta kredit kendaraan telah membuat penduduk desa tidak bisa bertahan hidup lagi.

Sebagian besar penduduk desa di Desa Hemen hidup dengan mengoperasikan penginapan pemandian air panas, karena epidemi mereka tak memiliki lagi sumber pelanggan. 

Keterangan Foto : “Laporan tentang 2.11 Insiden Kelompok Desa Tunhong” (disediakan oleh orang yang diwawancarai)

Chen Ming mengatakan bahwa hotelnya pada dasarnya tak dibuka sejak tahun lalu dan tidak ada pelanggan yang datang, “Saya hanya bisa mengandalkan uang tabungan yang sedikit, untuk membeli sayuran dan mengganjal perut,” katanya. 

Chen Ming mengatakan bahwa tidak ada kasus yang dikonfirmasi di Desa He Man tahun ini. Sedangkan kebijakan karantina  untuk semua orang membuat mereka tidak dapat menerimanya. 

“Di sini tidak ada epidemi, dan semua epidemi tak tahu dari mana sumbernya. Pemerintah telah melakukan penyelidikan epidemi selama empat atau lima bulan dan belum menemukan alasannya. Apakah itu masalah pemerintah? Atau masalah pejabat? ” tanya warga itu. 

Warga itu menambahkan, yang tersulit sekarang adalah memikirkan di mana mencari uang untuk membeli sayur dan makanan setiap hari. Hal tersulit bagi orang adalah memikirkan bagaimana bisa bertahan hidup? Jika tidak ada kebebasan, tidak ada sumber penghasilan. Selanjutnya bagaimana bisa bertahan hidup ?  dan masih ada pengeluaran besar yang harus dihadapi.” 

Setelah lulus dari universitas, Wang Liang menghabiskan beberapa tahun merantau di luar negeri. Dia kembali ke kampung halamannya pada Januari tahun ini. Dia berencana untuk membangun kembali di kampung halamannya. Dia tidak menyangka akan menghadapi epidemi, jadi dia menyesal kembali ke kampung.

Dia mengatakan kepada wartawan: “Hidup kami seperti boneka. Pagi bangun dan menutup mata di malam hari. Tidak bisa melakukan apapun? kecuali makan setiap hari, dan kemudian mengantre untuk tes COVID-19 setiap dua hari sekali, setiap hari dikendalikan di benteng tidak bisa keluar rumah.”

Wang mengatakan, dirinya merasa bahwa menjadi depresi. Epidemi mengerikan, tetapi tanpa penghasilan bahkan lebih mengerikan lagi. Ia pikir dirinya sangat kuat dan sedikit lebih baik daripada penduduk desa lainnya. Tidak ada anak untuk dibesarkan, tetapi harus menghidupi orangtua.

 “Saya hanya bisa mengatakan menyesal  kembali. Ruili bukan tempat yang baik. Saya membuat kesalahan. Semakin kecil tempatnya, semakin gelap,” ungkapnya.  (hui)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular