Rakyat Suriah Bebas! Rezim Assad Runtuh Setelah 50 Tahun Berkuasa

EtIndonesia. Warga Suriah merayakan kemenangan besar pada hari ini setelah berhasil menggulingkan rezim otoriter keluarga Assad yang telah berkuasa selama hampir setengah abad. Demonstrasi damai menyebar ke seluruh negeri, menandai akhir dari pemerintahan yang ditandai oleh kekerasan dan penindasan.

Menurut laporan Reuters, Presiden Bashar al-Assad telah melarikan diri ke Moskow, bersama keluarganya dan diberikan suaka oleh Rusia. Langkah ini terjadi setelah negosiasi intens antara pemberontak dan pemerintah internasional, yang mengakibatkan penyerahan kekuasaan secara damai oleh Assad. Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa negara tersebut akan terus berkomunikasi dengan semua kelompok oposisi Suriah untuk memastikan transisi yang stabil.

Di Amerika Serikat, Presiden terpilih AS,  Donald Trump merespons melalui platform media sosialnya. Trump mengungkapkan bahwa Rusia, yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin, kini kehilangan minat dalam urusan Suriah karena terlibat dalam perang dengan Ukraina yang menguras sumber daya dan mengakibatkan lebih dari 600.000 tentara Rusia terluka atau tewas. Trump menyerukan gencatan senjata segera dan dialog antara Ukraina dan Rusia untuk menghentikan konflik yang telah mengorbankan ribuan nyawa.

Sementara itu, televisi nasional Suriah melaporkan penggulingan Assad dan pembebasan semua tahanan politik. Warga yang telah lama menderita di bawah rezim tersebut kini merayakan kebebasan mereka.

“Saya sudah dipenjara selama 10 tahun, dan sekarang rezim telah runtuh,” ujar seorang narapidana yang baru saja dibebaskan.

Perayaan serupa juga dirayakan oleh para diaspora Suriah, termasuk di Berlin, yang dibandingkan oleh warga Suriah di Jerman dengan runtuhnya Tembok Berlin.

Sementara itu, pasukan Israel melancarkan operasi besar-besaran untuk merebut kembali Dataran Tinggi Golan dan zona buffer yang telah lama menjadi titik konflik antara Israel dan Suriah. 

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya untuk memastikan keamanan perbatasan Israel dari ancaman ekstremis. Serangan udara terbesar yang pernah dilancarkan Israel terhadap Suriah sejak Perang Yom Kippur menargetkan berbagai fasilitas militer dan infrastruktur strategis, tanpa menimbulkan korban sipil.

Organisasi oposisi terbesar di Suriah, HTS, melalui pemimpinnya  Abu Mohammed al-Jolani, menyatakan kesiapan mereka untuk membangun hubungan persahabatan dengan negara-negara di kawasan, termasuk Israel.

“Kami tidak memiliki musuh selain rezim Assad, Hizbullah, dan Iran. Tindakan Israel terhadap Hizbullah sangat membantu kami,” ujar Jolani.

Pusat Komando Amerika Serikat juga mengambil langkah tegas dengan melancarkan 75 serangan udara terhadap kamp-kamp ISIS di tengah Suriah. Serangan ini ditujukan untuk menghancurkan infrastruktur dan kepemimpinan ISIS, tanpa menimbulkan korban sipil. Komandan Pusat Komando AS, Kurila, menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan membiarkan ISIS melakukan reorganisasi di tengah kekacauan politik saat ini.

Presiden Joe Biden mengomentari situasi tersebut dengan mengatakan bahwa sekutu tradisional Assad seperti Rusia, Iran, dan Hizbullah kini berada dalam kondisi lemah dan terpecah belah.

“Dukungan mereka terhadap Assad telah runtuh dalam seminggu terakhir. Ini adalah momen penting bagi rakyat Suriah untuk membangun masa depan yang lebih baik,” kata Biden.

Profesor Zhang Ping dari Universitas Tel Aviv menyoroti peran intervensi militer asing dalam mempertahankan rezim Assad. 

“Rezim Assad bertahan berkat dukungan militer dari Rusia, Iran, dan Hizbullah. Kini, dengan hilangnya dukungan tersebut, rakyat Suriah memiliki kesempatan untuk menggulingkan diktator dan membangun pemerintahan yang lebih adil dan demokratis.”

Reaksi internasional terhadap kejatuhan rezim Assad sangat beragam. Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyatakan kesiapan Eropa untuk mendukung rekonstruksi Suriah dan menjaga persatuan nasional. 

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan penghormatan kepada rakyat Suriah dan menegaskan komitmen Prancis terhadap keamanan Timur Tengah. Kanselir Jerman Olaf Scholz mendukung upaya rekonstruksi hukum dan tatanan di Suriah, menyoroti penderitaan panjang yang dialami rakyat Suriah.

Di Timur Tengah, Iran menegaskan komitmennya terhadap kedaulatan dan persatuan Suriah, menyerukan penghentian konflik militer dan dialog nasional. Raja Abdullah dari Yordania dan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, juga menyerukan agar masa depan Suriah ditentukan oleh rakyatnya sendiri dan pemerintahan baru harus inklusif. Perdana Menteri Netanyahu menyatakan bahwa kejatuhan Assad merupakan hasil langsung dari tindakan Israel terhadap Hizbullah dan Iran, dan menegaskan bahwa Israel akan terus melindungi perbatasannya dari ancaman eksternal.

Sebagai bagian dari upaya internasional, PBB dan para pemimpin multinasional mendesak Suriah untuk segera memulihkan hukum dan tatanan, melindungi kelompok minoritas, serta melaksanakan dialog inklusif. Utusan khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, berharap bahwa transisi politik akan berlangsung damai dan inklusif, menghormati hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia.

Kejatuhan rezim Assad membuka babak baru bagi Suriah, penuh dengan harapan namun juga tantangan besar. Rekonstruksi negara yang telah lama dilanda perang ini akan membutuhkan dukungan internasional dan kerja sama dari seluruh elemen masyarakat Suriah untuk membangun masa depan yang lebih stabil dan damai.

FOKUS DUNIA

NEWS