Etindonesia. Pada 28 Februari 2025 malam, fenomena astronomi langka “Tujuh Planet Sejajar” muncul di Tata Surya. Fenomena ini hanya terjadi sekali dalam beberapa ratus tahun dan dianggap oleh orang kuno sebagai pertanda bencana. Dalam 40 tahun terakhir, kejadian ini sering muncul, membuat pakar metafisika meramalkan kemungkinan datangnya bencana yang lebih besar.
“Tujuh Planet Sejajar” adalah fenomena ketika planet-planet di Tata Surya, termasuk Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus, tampak sejajar dalam garis lurus di langit.
Berdasarkan perhitungan astronomi modern, dalam enam ribu tahun terakhir, fenomena ini hanya terjadi sembilan kali—hanya muncul setiap beberapa ratus tahun.
Setiap kali fenomena ini terjadi, sering kali diikuti oleh pergantian dinasti, peperangan, atau berbagai bencana lainnya. Oleh karena itu, dalam kepercayaan tradisional, ini dianggap sebagai pertanda buruk.
Li Yuanhua, Akademisi di Australia: “Dalam budaya tradisional Tiongkok, perubahan fenomena langit selalu sangat diperhatikan. Orang Tiongkok percaya pada hubungan antara langit dan manusia. Perubahan di langit akan tercermin dalam perubahan di dunia manusia. Sejak zaman kuno, ‘Tujuh Bintang Berjejer’ selalu memiliki makna khusus, seperti pergantian dinasti dan perubahan besar. Itulah sebabnya para pakar metafisika percaya bahwa bencana akan segera datang.”
Dalam empat puluh tahun terakhir, fenomena “Tujuh Planet Sejajar” sering terjadi:
- 1982: Setelah kemunculan fenomena ini, terjadi kecelakaan pesawat sipil di Tiongkok yang menewaskan 112 orang, serta tragedi “terinjak-injak” dalam pertandingan sepak bola di Moskow yang menyebabkan 340 orang tewas.
- 2000: Setelah kejadian ini, terjadi gelembung internet yang mengguncang ekonomi global.
- 2022: Pada bulan Juni, “Tujuh Bintang Berjejer” kembali muncul, diikuti oleh kejatuhan pasar saham global pada bulan September.
Pada 28 Februari 2025, fenomena ini muncul lagi. Peramal terkenal Malaysia, Datuk Cheong Boon Seen, memprediksi bahwa tatanan dunia lama akan runtuh, pergantian rezim akan sering terjadi, serta peningkatan bencana alam seperti gelombang panas, badai, banjir, dan gempa bumi.
Li Yuanhua: “Ketika manusia menghadapi bencana, menurut ajaran kuno, kita harus melakukan refleksi. Peristiwa di dunia ini, jika tidak sesuai dengan prinsip langit dan keadilan moral, maka bencana akan terjadi. Itulah makna positif dari ajaran tradisional tentang hubungan antara langit dan manusia. (Hui)